Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (BEM FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta menyelenggarakan diskusi publik bertajuk Seni dan Agama: Suara Lintas Generasi di Masa Kini pada 26 September 2025. Acara ini menjadi ruang dialog lintas iman yang mempertemukan tokoh agama dan akademisi seni untuk membahas peran seni sebagai medium spiritual, moral, dan budaya di era modern.
Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber utama Ps Fiecko Aprilio Soselisa (Pastor Gereja C3 New Generation), Ustadz Yaser Arafat, M.A. (Dosen FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Dr. Matheus Wasi Bantolo, S.Sn., M.Sn. (Dosen FSP ISI Surakarta) dan Much. Sofwan Zarkasi, S.Sn., M.Sn. (Dosen FSRD ISI Surakarta). Diskusi dipandu oleh Alung Mangku Buana, Ketua BEM FSRD ISI Surakarta.
Ps Fiecko Aprilio Soselisa menekankan bahwa seni dalam pandangan Kristen adalah talenta dari Tuhan yang harus digunakan secara bertanggung jawab. “Kebebasan berkarya dalam Kristen adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Karya seni sejatinya bukan hanya soal keindahan visual, tetapi motivasi dan tujuan: apakah itu memuliakan Tuhan atau justru menjadi sandungan bagi orang lain,” ujarnya.
Ustadz Yaser Arafat memaparkan seni dalam perspektif Islam sebagai manifestasi keindahan (al-jamal), keagungan (al-jalal), dan kesempurnaan (al-kamal). “Seni adalah bagian dari kebudayaan universal. Alquran menekankan bahwa setiap manusia, apapun agamanya, dipanggil untuk menghadirkan keindahan dalam hidup. Namun, seni harus dijaga dari sikap berlebihan, sebab dalam Islam keseimbangan adalah kunci,” katanya.
Much. Sofwan Zarkasi menegaskan seni baginya merupakan bagian dari ibadah. “Setiap karya seni yang saya buat, saya anggap sebagai jalan ibadah. Ada tanggung jawab moral dan spiritual dalam setiap ekspresi. Kebebasan berekspresi itu penting, tetapi tetap ada batas, sebab tidak ada kebebasan yang absolut.”
Sedangkan Matheus Wasi Bantolo menyoroti pentingnya kesadaran diri dalam berkarya. “Agama dan seni tidak semestinya dipandang saling membatasi. Bagi saya, apapun bentuk karya seni pada dasarnya adalah anugerah. Pertanyaan terpenting adalah: di mana kita menempatkan diri, dan apa orientasi kita dalam berkarya?”
Moderator Alung Mangku Buana menegaskan forum ini menjadi ruang refleksi bagi mahasiswa seni.
“Melalui forum ini, kami berharap generasi muda, khususnya mahasiswa seni, dapat lebih bijak memaknai kebebasan berkarya. Seni bukan hanya milik individu, tetapi juga bagian dari masyarakat, agama, dan peradaban.” ujarnya.
Diskusi publik ditutup dengan pernyataan bersama bahwa seni dan agama sejatinya saling melengkapi. Seni bukan hanya medium ekspresi, tetapi juga jalan untuk mengingat Sang Pencipta, menjaga keseimbangan, serta membangun harmoni sosial.
“Kenalilah dirimu, maka engkau akan mengenal Tuhan. Pergunakanlah seni sebagai jalan penghayatan, sebab seni adalah bahasa universal untuk menyampaikan pesan spiritual lintas generasi.”
Acara ini membuktikan bahwa seni dapat menjadi titik temu antara iman, budaya, dan generasi, menjadikannya kekuatan besar untuk membangun kehidupan yang lebih bermakna.
(fsrd)