Gelar Live Painting Inklusif di Kawasan Nol Kilometer Yogyakarta dalam Rantara Art Exhibition 2025

Tanggal

Suasana artistik yang inklusif dan penuh semangat terasa nyata di sepanjang kawasan Jogja Gallery hingga Titik Nol Kilometer dan Alun-Alun Utara Yogyakarta, Sabtu (6/7), saat Live Painting Rantara Art Exhibition 2025 digelar. Kegiatan ini sebagai bagian luaran dari program MBKM Mandiri FSRD ISI Surakarta tahun 2025 yang mempertemukan seniman profesional dengan pelukis difabel dari SLB se-DIY dalam sebuah kolaborasi seni yang menyentuh dan inspiratif.

Live painting ini menjadi bagian dari rangkaian Rantara Art Exhibition 2025, sebuah pameran seni inklusif yang menghadirkan karya-karya seniman difabel dan seniman profesional dari Yogyakarta, Jakarta, Pacitan dan Jogja Gallery. Kegiatan ini tidak sekedar menampilkan proses berkarya secara langsung di ruang publik, tetapi juga membangun ruang pertemuan kreatif yang menghubungkan lintas latar belakang, memperkuat kepercayaan diri, serta mendorong kesetaraan dalam seni rupa.

Live painting diikuti oleh seniman-seniman difabel, pelajar SLB, serta beberapa seniman profesional yang hadir sebagai mentor dan kolaborator. Kegiatan ini juga mendapat dukungan dari Yayasan Hanenda, Royal House, MBKM ISI Surakarta, Kraton Yogyakarta, serta dinas-dinas terkait yang turut memperkuat struktur pendampingan.

Kurator sekaligus dosen pembimbing, Yulianto, menyampaikan apresiasi kepada semua peserta. “Live painting ini luar biasa. Antusiasmenya tinggi, meski sempat hujan, semua tetap berteduh dan melanjutkan karya dengan semangat. Aura positif dan keyakinan itu sangat terasa. Ini bukan sekadar acara satu kali, semoga jadi langkah panjang ke depan.”

Sementara itu, Firdaus Hanenda, menyampaikan bahwa melukis adalah sarana ekspresi emosional yang kuat bagi siapa saja, terutama seniman difabel. “Melukis bisa menjadi terapi yang sangat berarti. Anak-anak difabel memiliki cara unik dalam menyalurkan emosi mereka. Seni rupa menjadi ruang penting untuk mengekspresikan dan menyeimbangkan perasaan mereka.”

Seniman sekaligus peserta, Ismanto W, menambahkan, “Kami merasa sangat senang bisa live painting bersama di tempat publik seperti ini. Meski sempat gerimis, kebersamaan ini adalah kekuatan. Harapannya, pameran seperti ini bisa terus dilakukan di waktu dan tempat lain.”

Live painting berlangsung pada Sabtu, 5 Juli 2025, di area terbuka yang strategis dan historis Jogja Gallery, Alun-Alun Utara, hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Lokasi ini dipilih karena posisinya yang simbolik sebagai ruang pertemuan publik, serta kedekatannya dengan denyut budaya kota. Pameran ini membawa pesan kuat bahwa inklusivitas dalam seni bukanlah wacana, melainkan praktik nyata. Potensi seniman difabel tidak bisa terus disimpan dalam ruang simbolik. Mereka membutuhkan akses, eksposur, dan peluang yang setara untuk berdaya dan diakui secara profesional.

Dengan pendekatan kurasi berbasis klaster yang mempertimbangkan ragam disabilitas dan teknik artistik Rantara menghadirkan kompleksitas visual dari berbagai perspektif. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa setiap individu memiliki bahasa visual yang pantas diapresiasi secara adil.

Rantara Art Exhibition bukan sekadar pameran lukisan, tetapi bagian dari sistem yang tengah dibangun pendampingan, pelatihan, kurasi, dan jejaring profesional bagi seniman difabel. Tujuannya adalah agar karya mereka bisa hadir di ruang seni nasional dan global secara berkelanjutan.

Live painting ini awal dari gerakan yang lebih besar: menciptakan ekosistem seni rupa yang benar-benar terbuka, suportif, dan berkelanjutan. Ruang di mana seniman difabel tidak hanya tampil, tetapi juga tumbuh, diakui, dan dihargai sebagai pelaku seni yang utuh dan profesional.

Dalam proses penyelenggaraannya, pameran ini juga merupakan hasil kolaborasi kolektif yang turut melibatkan delapan mahasiswa aktif program MBKM Mandiri FSRD ISI Surakarta. Di antaranya adalah Rio Aditya Rakhmadila (Prodi Fotografi), Ridwan Fadilah (Prodi Fotografi), Cicha Sherina (Prodi Desain Komunikasi Visual), Sheima Syahrani (Prodi Desain Komunikasi Visual), Lu’lu’ul Maknun (Prodi Seni Murni), Intan Kurnia (Prodi Desain Mode Batik), Laviana Putri Pratiwi (Prodi Desain Mode Batik), dan Muhammad Diky Alfaruq (Prodi Film dan Televisi), yang secara aktif terlibat dalam berbagai aspek kegiatan, mulai dari dokumentasi, desain komunikasi visual, manajemen konten, hingga penguatan narasi inklusif dalam penyelenggaraan pameran ini.

(fsrd)