Intan, Empu Wanita dari Solo dan Dosen Prodi Senjata Tradisional Keris FSRD ISI Surakarta, Bikin Keris dari Knalpot Bekas

Tanggal

Selama ini empu keris identik dengan pria. Tetapi, ada seorang wanita yang memilih jalannya menjadi seorang empu keris. Adalah Intan Anggun Pangestu (31) salah satu dosen pengajar Prodi Senjata Tradisional Keris FSRD ISI Surakarta. Menariknya lagi, ia membuat keris memanfaatkan material dari knalpot bekas.

Ditemui saat tengah memamerkan keris buatannya di pameran Reka Cipta #2: Lumur Wesi Aji di Jogja, Intan menceritakan awal mula ia terjun ke dunia pembuatan keris. Dimulai saat menjadi mahasiswi satu-satunya di Prodi Senjata Tradisional Keris di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

“Kenapa saya memilih prodi itu awalnya, karena ada beasiswa waktu itu di tahun 2012. Terus saya belajar tentang keris dan melanjutkan sampai sekarang, Saya juga alumnus pertama di prodi senjata yang perempuan,” jelasnya saat ditemui di Grha Budaya, Taman Budaya Embung Giwangan.

“Saya memulai dari nol, waktu ditawari beasiswa saya belum pernah memegang keris, belum tahu bentuknya seperti apa. Jadi saya belajar dari awal, proses membuatnya, sejarahnya, dan filosofinya,” sambungnya.

Selain karena mendapat beasiswa, Intan tertarik menjadi empu karena minimnya literasi yang menyebut adanya empu wanita. Selain itu, ia ingin melunturkan stigma maskulinitas pada empu.

“Keris ini kan identik dengan maskulinitas dan laki-laki. Saya ingin tahu keberadaan perempuan di dunia perkerisan itu seperti apa,” papar Intan.

“Sependek pengetahuan saya, kemungkinan ada 5 (empu wanita). Di Madura juga ada yang terkenal. Dan saya juga tertarik untuk memperkenalkan dan melanjutkan sejarah,” lanjutnya.

Intan pun juga aktif mengajar untuk melestarikan seni keris ini, utamanya bagi anak-anak. Selain itu agar empu wanita terus ada dan tidak berhenti beregenarasi.

“Saya mengajar di Prodi Senjata Tradisional Keris (ISI Solo), Saya juga mengajar anak-anak kecil, memperkenalkan bentuk keris, ceritanya, dan sejarahnya lewat foto,” ungkap Intan.

“Saya ingin lebih banyak perempuan Indonesia yang mau menggeluti atau belajar tentang keris. Mereka bisa menjadi praktisi, sejarawan, atau antropolog,” imbuhnya.

Dalam proyek ini, lanjutnya, mengambil empat orang empu sebagai objek riset, yakni Empu Priyan dari Wonosari, Empu Puriyadi dari Gunungkidul, Empu Intan Anggun Pangestu dari Solo, dan Empu Tejo Tukarno dari Jogja.

“Di pameran ini saya menggunakan besi baja. Harusnya nikel, tapi saya menggunakan knalpot bekas. Selongsongnya itu saya jadikan pengganti nikel. Secara material, untuk warna hampir sama karena masih ada kandungan krom atau nikel di knalpot,” ungkap Intan.

Dalam pameran ini Intan menampilkan dua keris yang ia buat selama sebulan. Keris ini bernama Keris Patrem Ron Wening ini, menurutnya terinspirasi dari filosofi daun pisang. Secara bentuk pun keris ini menyerupai daun pisang.

“Saya mengambil daun pisang sebagai perwujudan seorang perempuan yang lahir kembali, entah itu sebagai ibu, praktisi, atau profesi lain. Untuk yang dipamerkan ini, 1 bulan bisa membuat 2 keris,” terang Intan.

“Karena daun pisang memiliki tiga fase satu yang sedang menggulung, satu yang baru muncul, dan satu yang sudah sobek-sobek. Itu saya eksplorasi bentuknya. Kebetulan waktu tugas akhir juga membuat tombak daun pisang. Nah ini saya aplikasikan ke keris,” urainya.

(fsrd)