ISI Surakarta Hadirkan Pameran Fotografi Intervensi Seni untuk Atasi Darurat Kesehatan Mental Remaja

Tanggal

Di tengah situasi darurat kesehatan mental  yang melanda remaja Indonesia, sebuah pendekatan inovatif berbasis seni visual diluncurkan di Surakarta. Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta bersama komunitas fotografi Art Culture and Archive (ARCA) menggelar pameran advokasi bertajuk “Stories of Me: Resiliensi pada Remaja melalui Fotografi” yang dibuka pada Kamis, 20 November 2025, di Tafata Art Hub, Surakarta.

Kegiatan ini merupakan realisasi dari hibah kompetitif Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) Tahun Anggaran 2025 yang didanai penuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Program ini membuktikan bahwa seni dapat bertransformasi menjadi solusi konkret bagi permasalahan sosial.

Inisiatif ini lahir sebagai respons terhadap data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NASMHS) yang mencatat satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Riset lokal memperkuat urgensi ini dengan temuan bahwa 47% pelajar di Kota Solo pernah mengalami perundungan verbal.

Ketua Tim Pelaksana PISN, Dr. Andry Prasetyo, S.Sn., M.Sn., menegaskan bahwa pendekatan konvensional seringkali menempatkan remaja sebagai objek pasif.

“Melalui hibah PISN ini, kami menerapkan metode Participatory Photo Storytelling yang menggabungkan teknik Photovoice dan kerangka naratif EDFAT. Kami memberdayakan remaja dan seniman komunitas untuk menjadi narator aktif, mengubah kerentanan trauma menjadi kekuatan visual yang membangun resiliensi,” ujar Andry.

Dalam hal ini, Rektor ISI Surakarta, Dr. Bondet Wrahatnala, menegaskan bahwa pameran ini lahir dari kepedulian terhadap meningkatnya kasus gangguan kesehatan mental pada remaja. “Ini situasi yang mengkhawatirkan dan butuh alat untuk menyikapi. Dari bidang seni, khususnya seni visual, kami harus berperan, ” ucapnya.

Fotografi, lanjut dia, bisa menjadi medium penyembuhan karena memberi ruang ekspresi yang aman dan kreatif bagi remaja. Bahkan dunia visual sudah sangat dekat dengan kehidupan remaja. Aktivitas membuat dan membagikan foto menjadi ruang nyaman yang dapat membantu penyembuhan diri.

Pameran ini menampilkan eksplorasi visual dari para fotografer muda yang menyoroti kesehatan mental dari berbagai dimensi. Dimensi Biologis: Karya “What We Eat” oleh Ragil Joko Purnomo menyoroti hubungan antara nutrisi dan stabilitas emosi, mengingatkan bahwa kesehatan mental dimulai dari apa yang kita konsumsi.

Dimensi Psikologis: Karya “Bloom in Fragment” oleh Huans Salva mengangkat tema pemulihan trauma kehilangan sosok ibu melalui metafora bunga dan objek memori masa kecil.

Dimensi Pola Asuh: Karya “Metafora Sebuah Jeli” oleh Widyadhana Bhadra Anusara menggunakan simbol jeli untuk menggambarkan bagaimana pola asuh orang tua menjadi ‘cetakan’ yang menentukan struktur mental anak—apakah akan tumbuh tangguh (fleksibel) atau rapuh (mudah hancur).

Dimensi Spiritual: Karya “DEEP SKY” oleh Feri Arifianto mengeksplorasi koneksi manusia dengan kosmos sebagai metode penyembuhan intuitif dan pelepasan stres.

Pameran ini diharapkan menjadi ruang dialog publik yang aman untuk mengurangi stigma terkait kesehatan mental dan perundungan.

 

(anp/fsrd)